Friday, October 14, 2016

STRATEGI BELAJAR

  • FAKTOR STRATEGI BELAJAR

Apabila seseorang mencita-citakan hal atau barang, maka ia harus berusaha dengan langkah awal suatu gerakan ke arah cita-cita atau tujuan itu. Demikian pula apabila seseorang ingin memiliki kepandaian tentang sesuatu maka ia harus belajar mengenai hal itu sebagai satu-satunya jalan ke arah itu.
Jalan ini tidak mudah, banyak kesulitannya dan melelahkan, apabila kita tidak pandai-pandai memiliki bekalnya. Adapun bekal utamanya ialah beberapa faktor sebagai berikut :
1) Faktor kesungguhan jiwa
Belajar adalah pertarungan jiwa manusia untuk mengerti dan menerima kebenaran-kebenaran yang bersifat objektif. Dengan kesungguhan jiwa manusia, menantang kita untuk tidak lekas puas dengan hal-hal yang dangkal saja tetapi menerobos kepada hal-hal yang mendalam, menyaring, menguji, menyelidiki, hingga menemukan mutiara kebenaran. Pada umumnya jalan ke arah itu sangat panjang. Sebagai konsekuensi dari kesungguhannya jiwa ini, bahkan suatu kesimpulan yang dibuat, haruslah dipertanggungjawabkan lebih dahulu tentang premis-premis pikiran yang sah. Juga kita tak dapat membuat suatu kesimpulan yang berada di luar kawasan ilmu yang dipelajari. Jadi kesungguhan jiwa ini disebut juga ilmiah yang sebenarnya atau interes ilmiah.
2) Faktor keseimbangan
Dalam hidup dan kehidupan manusia, terdapat banyak tugas yang harus dikerjakan nilai-nilai hidup yang wajib dikejar, yang kesemuanya meminta perhatian. Hal ini menuntut kita untuk pandai-pandai membagi waktu sehingga terjadi harmonisasi atau keseimbangan dalam pelaksanaannya. Karena itu hendaklah kita berprinsip seperti semboyan : “Virtus in medio” yang artinya keutamaan seluruh, terdapat di tengah-tengah.
3) Faktor konsentrasi
Kodrat atau fitrah manusia adalah rohani dan jasmani. Kondisi rohani dan kondisi jasmani yang baik memungkinkan konsentrasi yang baik. Dengan kondisi rohani yang baik seperti seseorang itu selalu mengatur atau menyingkirkan emosi yang tidak teratur. Emosi yang baik (rasa kurang senang) berakibat tidak baik bagi seseorang pelajar. Misalnya, seseorang yang tidak senang akan sesuatu mata pelajaran, seringkali menyebabkan ia tidak mau mempelajari mata pelajaran itu.
Sejalan dengan peningkatan kedewasaannya, seorang pelajar wajib meningkatkan dan organisasi atas segala gerak kejiwaan, kecenderungan-kecenderungannya, nafsu-nafsunya, dan lain sebagainya.
Dengan kondisi jasmani, berarti seseorang harus mempertahankan kesehatannya, dibina dan ditingkatkan.
Haruslah seimbang antara belajar/bekerja dengan istirahat, sedangkan gerak badan dan rekreasi yang menyegarkan, mempunyai andil besar untuk kondisi jasmani yang baik. Mengharapkan suatu konsentrasi dengan kondisi jiwa dan badan tidak baik adalah laksana menanti jatuhnya bulan di pangkuan manusia.
4) Faktor jiwa objektif (tunduk kepada kebenaran) karena cinta kebenaran
Dalam belajar, sikap tunduk, patuh, kepada kebenaran, merupakan “conditio sine qua non”, isyarat mutlak. Akibatnya kita harus menyingkirkan segala subjektivitas yang sesat, prasangka-prasangka pribadi dan pemikiran-pemikiran golongan yang langsung diterima begitu saja. Kebenaran bukanlah soal suka dan tidak suka, kalau memang suatu kebenaran wajiblah kita menerimanya.
Misalnya, aliran filsafat Materialisme menuntut suatu doktrin yang benar, suatu kebenaran. Tetapi menurut seorang filsuf modern , De Senne, materialisme adalah detotalisasi dari realisasi. Materialisme gagal menerangkan manusia, karena hanya mengakui satu saja kodrat manusia, yaitu kodrat jasmani materi belaka, dan tidak mengakui adanya kodrat rohani manusia sebagai jalur ke arah komunikasi Tuhan. Akibatnya ia menolak kebenaran Tuhan, yang disebut “atheisme”. Jadi manusia belajar objektif, mau mematuhi kebenaran karena cinta kebenaran (Truth serves only its slaves). Kebenaran hanya mau membuka diri dan menyerahkan diri kepada mereka yang benar-benar sedia mengabdi kepadanya.
5) Faktor anthusiasme atau semangat kegembiraan dalam belajar.
Belajar adalah suatu hal yang sangat penting dan menentukan dalam hidup dan kehidupan manusia. Hidarkanlah rasa paksaan untuk belajar dan peliharalah antusiasme, sesuatu kegembiraan, kesenangan dan semangat belajar.
6) Faktor wawasan ilmiah yang luas
Terdapat banyak tuntutan dalam belajar. Menuntut manusia dalam belajar. Menuntut manusia dalam arti keseluruhan, membutuhkan pengarahan diri yang semaksimalnya, manusia sebagai totalitas yang cenderung mau menguasai kebenaran dan dikuasai kebenaran. Karena itu dalam belajar seyogianyalah menghubungkan segala sesuatu dengan arti yang luas dengan dunia luas yang demikian, kepribadian akan berkembang dan belajar menjadi aktifitas yang menghasilkan dengan wawasan ilmiah yang luas.
  • FAKTOR PENUNJANG EFISIENSI BELAJAR

Dalam hal ini ada 3 (tiga) faktor yang berperanan sebagai berikut :
1) Kesiapan untuk belajar, adalah merupakan kapasitas fisik dan mental untuk belajar disertai harapan skill/keterampilan yang dimiliki dan latar belakang untuk mengerjakan sesuatu. Misalnya, seorang yang disebut siap belajar suatu buku berbahasa asing, kalau ia mempunyai kemampuan untuk melakukannya serta mempunyai harapan skill keterampilan tertentu yang akan dimiliki sesudah belajar buku tersebut.
2) Minat dan konsentrasi, keduanya merupakan faktor-faktor yang saling berkaitan. Minat adalah perhatian yang bersifat khusus, sedangkan konsentrasi itu muncul akibat perhatian itu. Konsentrasi adalah pemusatan pikiran terhadap sesuatu hal dengan menyampingkan semua hal lain yang berhubungan.
3) Keteraturan akan waktu dengan disiplin. Mengatur waktu dan disiplin membawa banyak manfaat. Namun hal ini kadang kurang diperhatikan, karena tidak mengetahui dan menyadari pentingnya waktu dan disiplin dalam belajar.
  • FAKTOR PENGHAMBAT USAHA BELAJAR

1) Kurangnya kesiapan dalam belajar. yang dimaksud kurangnya kesiapan belajar disini adalah rendahnya tingkat intelegensi maupun skill yang dimiliki.
2) Menurunnya minat dan perhatian dalam belajar. Hal ini bisa disebabkan oleh faktor kelelahan maupun suasana ruang dan waktu belajar yang dirasa kurang pas.
3) Tidak adanya keteraturan dalam belajar, hal ini sering dilakukan oleh siswa zaman sekarang seperti maraknya penggunaan SKS (Sistem Kebut Semalam). Mereka cenderung belajar di malam sebelum mereka ujian karena dinilai lebih efektif meski sebenarnya mereka itu salah, karena otak manusia tidak dapat dipaksa untuk mengingat banyak hal dalam tempo yang singkat.  

No comments:

Post a Comment